Setelah tersadar, tiba saatnya kita bangun
dan berangkat untuk menggali kekuatan yang ada dalam diri kita dan mencoba
memulai sesuatu yang selama ini nyaris terlupakan. Sebelum itu, marilah kita bersyukur
atas karunia dan nikmat yang telah diberikan Allah Subhanahu Wa Ta'ala
sehingga seakan-akan kita telah dibangunkan dari tidur yang panjang lalu
kemudian kita tersadar bahwa betapa banyak kebaikan dalam kehidupan ini yang
disia-siakan selama kita tertidur.
Selayaknya, kita memulai untuk
segera berusaha mengoreksi semua hal yang akan kita ucapkan atau lakukan, apakah
itu benar ataukah salah. Kita berharap agar kesalahan yang telah lewat bisa
memberikan tanda atau keterangan bahwa ini jangan dilakukan lagi atau bahkan
tidak boleh didekati lagi. Sehingga, muncul
rasa takut, keburukan akan menggiring kita untuk kembali tertidur dan kita
tidak tahu apakah kita masih punya kesempatan untuk bisa bangun lagi.
Tidak semudah diucapkan/dituliskan,
dalam prosesnya perbaikan diri memiliki banyak kemungkinan untuk kembali
tergelincir atau bahkan terjerumus ke dalam keburukan. Jika hal itu terjadi,
maka kita harus berusaha untuk bangkit dan bangkit lagi, sehingga akhirnya kita
bisa memantapkan diri dan terus berharap agar tidak tergelincir lagi. Kita
harus sadar bahwa dalam proses suatu perubahan, akan banyak menemui rintangan
dan halangan maka, niatkanlah dalam hati untuk tetap terus melangkah.
Melihat sebuah balon yang tadinya
besar dalam waktu beberapa hari akan menjadi kecil dengan sendirinya atau
seperti udara yang mengisi roda kendaraan akan berkurang dengan sendirinya atau
ibarat beras yang kita masak menjadi nasi, itulah beberapa perumpamaan sebuah
proses perubahan. Sebuah perubahan akan
terasa nyaman kalau terjadi sesuai proses alaminya tanpa ada paksaan, balon
akan pecah bila dipaksa mengecil, begitu juga roda kendaraan akan mengeluarkan
bunyi yang kuat bila tekanan anginnya dipaksa berkurang, beras akan menjadi
arang jika dipaksa menjadi nasi.
Mulailah dengan hal yang mudah atau
kita anggap mudah untuk dilakukan, satu persatu, sedikit demi sedikit.
Tinggalkan hal yang buruk semampu kita, jika belum bisa, coba menjauhi hal yang
bisa membawa kita ke arah keburukan tersebut, dan jika terasa berat untuk
meninggalkannya maka, mohonlah bantuan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Begitu juga dalam hal mengerjakan kebaikan, mulailah dengan perkara yang kita
anggap mudah untuk kita lakukan, jika belum bisa maka berdoa dan niatkanlah
dalam hati untuk melakukannya pada kesempatan lain.
Mungkin lebih mudah jika kita mulai
dari anggota tubuh kita dengan menjauhkan anggota tubuh kita dari
peluang/kesempatan untuk berbuat hal yang buruk dan berusaha untuk
mengalihkannya ke perkara yang lebih bermanfaat. Berusahalah untuk memenangkan
hati nurani saat berhadapan dengan keinginan buruk syahwat. Salah satu tanda keinginan itu datangnya
dari syahwat adalah jika perkara itu seakan-akan baik/nyaman/enak/sedap/bagus
atau yang sejenisnya, namun pada akhirnya/ujungnya akan berakibat buruk.
Berilah kesempatan masing-masing anggota tubuh kita untuk berbuat baik,
terutama panca indera yang berfungsi sebagai alat untuk merespon aktifitas
disekitar kita. Jadikanlah mata dan telinga kita dibantu tangan dan kaki
sebagai alat untuk menuntut ilmu agar akal fikiran kita bisa memiliki banyak
referensi dalam membedakan mana perkara yang baik dan mana perkara yang buruk.
Meninggalkan suatu hal yang kita
anggap sepele, baik itu mengenai perkara yang buruk maupun yang baik,
sepertinya mudah jika hanya sekali-kali saja namun akan menjadi berat jika
berusaha untuk melanggengkannya. Perkara buruk yang dianggap kecil akan membawa
kita ke perkara buruk yang lebih besar. Perkara yang baik walaupun kecil tapi
dilakukan terus menerus tanpa terputus akan memiliki nilai yang tinggi dan
membawa kita kepada kebaikan yang lebih besar.
Mengingat keterbatasan ilmu yang
kita miliki, terkadang kita tidak sadar melakukan suatu pekerjaan yang terlihat
biasa saja ternyata membuat suasana hati kita bergejolak sehingga mengajak kita
mengerjakan suatu pekerjaaan yang lebih besar. Oleh karena itu, kita berusaha meninggalkan/menjauhi
perkara yang kita anggap biasa namun ternyata perkara tersebut cenderung
membawa kita menuju hal-hal yang buruk.
Setiap dosa akan membuat satu noda
hitam di hati. Kita tidak tahu berapa banyak noda-noda hitam yang ada di hati
kita, karena terkadang kita tidak sadar sudah menambahkannya. Jika terus dibiarkan
maka, hati kita akan bertambah hitam sampai akhirnya hati menjadi gelap dan
susah ditembus oleh cahaya kebenaran. Berusahalah untuk membersihkan noda hitam
di hati kita dengan cara memperbanyak ucapan dan perbuatan yang baik. Semakin banyak noda hitam di hati kita maka,
semakin banyak ucapan dan perbuatan baik yang harus kita lakukan untuk
menghapusnya.
Jika, hati yang tidak dikelola
dengan baik maka, akan menimbulkan berbagai macam penyakit yang menjadi titik
awal dari hampir semua keburukan, seperti: sombong, dengki, cinta dunia dan
lain sebagainya. Jika, penyakit hati tersebut tidak diusahakan kesembuhannya
atau bahkan dibiarkan berkembang tanpa kendali akan mengakibatkan kerugian baik
bagi lingkungan sekitar maupun bagi diri kita sendiri. Terkadang, kita tidak sadar memiliki penyakit hati karena kita tidak
memiliki ilmu pengetahuan tentang penyakit tersebut sehingga tanpa kita sadari
penyakit tersebut berkembang menjadi penyakit kronis yang susah diobati.
Dari
uraian di atas, sudah sepatutnya kita harus mendahulukan perbaikan hati saat
memulai memperbaiki diri, karena hati yang menentukan baik atau buruknya suatu
ucapan atau perbuatan seseorang. Hati
yang baik tidak akan menghasilkan ucapan atau perbuatan yang buruk, begitu juga
sebaliknya hati yang buruk tidak akan menghasilkan perbuatan yang baik kecuali
hanya penampilannya saja.
Ref :
At Taghobun : 11
Ali Imron : 145
ALl Bqqoroh : 212
Tidak ada komentar:
Posting Komentar