Sekali waktu penulis secara tidak
sengaja melihat seorang teman yang mengerjakan sesuatu amalan yang tidak
diajarkan/dianjurkan oleh agama tanpa tahu tentang kebenaran mengenai apa yang
dikerjakannya, sehingga penulis berusaha memberikan pengarahan berdasarkan ilmu
pengetahuan yang dimiliki penulis dan mencegah dia untuk melanjutkan amalannya.
Namun, bertitik tolak dari kejadian diatas, terlintas dalam fikiran penulis
mengenai banyak hal seperti : apakah pendapat atau saran yang telah disampaikan
kepada teman tadi sudah benar? Ataukah masih ada alasan lain yang bisa
membenarkan amalan yang terkait dengan apa yang akan dia perbuat? Apakah cara
penyampaian yang digunakan penulis sudah tepat?, sehingga tanpa sadar muncul
berbagai pertanyaan yang diakibatkan oleh upaya penulis dalam menyampaikan
kebenaran kepada temannya.
Kemiskinan
akan ilmu pengetahuan membuat seseorang akan selalu ragu akan apa yang
dilakukannya sehingga
tidaklah salah jika seseorang harus memiliki wawasan yang seluas mungkin
terhadap ilmu pengetahuan yang dipelajari atau dituntutnya, tidak hanya terpaku
pada satu faham atau pendapat saja, namun harus berusaha merangkum berbagai
pendapat dan faham lain sehingga bisa memetik kelebihan dan mengetahui
kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing faham atau pendapat tersebut. Namun,
bukan berarti kita harus membuat suatu faham atau pendapat yang baru diluar
faham atau pendapat yang sudah ada, kita hanya berusaha untuk memperluas
wawasan ilmu pengetahuan yang kita miliki sehingga bisa memahami dan menyikapi
faham atau pendapat tersebut, yang mungkin saja tidak pernah terfikirkan atau
teranalisa oleh akal fikiran kita.
Uraian diatas hanya memberikan
gambaran sekilas tentang perlunya menyampaikan sesuatu yang kita ketahui kepada
orang lain, karena dengan menyampaikan sedikit ilmu pengetahuan kepada orang
lain, secara tidak langsung akan memotivasi kita untuk mempertanggung jawabkan
apa yang telah kita sampaikan, sehingga kita akan berusaha mencari bukti dan
alasan yang lebih kuat lagi, yang tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang lebih
mendalam dan rinci tentang apa yang telah kita sampaikan.
Menyampaikan suatu kebenaran juga
akan menjaga kita dari melakukannya sendiri, sebab tidaklah layak jika
seseorang menyampaikan suatu kebenaran namun dirinya sendiri melanggar apa yang
telah dia sampaikan. Kita menganjurkan orang lain mengamalkan sesuatu perkataan
atau perbuatan tetapi kita sendiri tidak melakukannya, seperti contoh: kita
meminta orang untuk memberikan sedikit hartanya kepada fakir miskin atau orang
yang membutuhkannya tapi kita sendiri tidak sanggup menyisihkan harta yang kita
miliki untuk disedekahkan atau diinfakkan. Hati nurani manusia yang murni tidak
akan menerima tingkah laku seperti itu, tidak hanya mempermainkan manusia lain
tapi mempermainkan hati nuraninya sendiri, hanya manusia munafiklah yang
sanggup melakukannya.
Tidak hanya itu saja, seandainya
kita telah menyampaikan suatu kebenaran kepada orang lain maka, kita juga akan
berusaha untuk menjaga diri dari perkara besar yang berada diatas tingkat
kepentingan dari perkara kecil yang telah kita sampaikan, seperti contoh: jika
kita meminta orang berbuat baik kepada binatang/hewan maka, dengan sendirinya
kita akan menjaga diri dari berbuat tidak baik kepada manusia karena manusia memiliki
derajat/tingkatan yang jauh lebih tinggi daripada binatang /hewan. Sehingga,
semakin tinggi tingkat perkara yang kita sampaikan akan semakin tinggi pula
usaha kita untuk menjaga dari perkara yang lebih kecil dari apa yang telah kita
sampaikan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan wujud keluasan wawasan kita
dalam hal membedakan tingkatan atau derajat dari beberapa perkara.
Bisa saja kurangnya minat untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama dalam hal ajaran agama disebabkan
oleh kurangnya kepedulian akan hal-hal yang berkaitan dengan urusan agama itu
sendiri, sehingga sulit sekali untuk meluangkan waktu dalam usaha
mempelajari/menambah ilmu pengetahuan, bahkan menganggap dirinya sudah cukup
dengan hanya sebatas melepas kewajiban beragama saja dikarenakan terlalu banyak
waktu yang tersita dalam urusan duniawi yang dianggap jauh lebih penting.
Uraian diatas juga tidak akan
berguna bagi orang yang tidak perduli akan kemuliaan ajaran agama yang
dianutnya, sehingga dia tidak menyimpan rasa malu jika harus melakukan suatu
kebaikan dan tak lama kemudian melakukan kebathilan. Orang seperti ini tidak
ubahnya menyiramkan kotoran ke mukanya sendiri, membiarkan orang mengolok-olok
dirinya yang tentu saja secara tidak langsung mengolok-olok ajaran agama yang
dianutnya sebagai akibat perbuatannya. Bagaimana kita sanggup mengotori diri
dan ajaran agama kita sendiri sementara sehari-hari terlihat seakan-akan kita
penganut ajaran agama berdasarkan status yang kita miliki, mungkin akan lebih
baik kita melepaskan saja atribut pemeluk suatu ajaran agama tertentu jika
hanya untuk mengotorinya.
Sisi lain dari bentuk penyampaian
adalah ketauladanan, jika kita sudah memberikan contoh suatu perkara kebaikan
kepada orang lain dengan/tanpa menganjurkannya lewat lisan kita, namun terlihat
jelas oleh orang lain amalan yang telah kita lakukan/perbuat. Hal ini juga akan
menambah kewaspadaan kita untuk menjaga apa yang telah kita contohkan agar
tidak rusak/ternoda oleh perbuatan kita lainya yang bertentangan atau tidak
selaras dengan apa yang telah kita contohkan.
Begitulah,
salah besar jika kita menganggap usaha untuk berbagi ilmu pengetahuan kepada
orang lain akan mengurangi ilmu atau citra diri kita, namun sebaliknya dengan
memberikan pendapat/saran atau contoh yang baik kepada orang lain akan membuat kualitas
diri kita semakin bernilai tinggi.
Ref
:
Al Baqoroh : 44
Adh Dhuha : 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar