NOTE 10 : BERTAMBAH DENGAN MEMBERI

Sekali waktu penulis secara tidak sengaja melihat seorang teman yang mengerjakan sesuatu amalan yang tidak diajarkan/dianjurkan oleh agama tanpa tahu tentang kebenaran mengenai apa yang dikerjakannya, sehingga penulis berusaha memberikan pengarahan berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis dan mencegah dia untuk melanjutkan amalannya. Namun, bertitik tolak dari kejadian diatas, terlintas dalam fikiran penulis mengenai banyak hal seperti : apakah pendapat atau saran yang telah disampaikan kepada teman tadi sudah benar? Ataukah masih ada alasan lain yang bisa membenarkan amalan yang terkait dengan apa yang akan dia perbuat? Apakah cara penyampaian yang digunakan penulis sudah tepat?, sehingga tanpa sadar muncul berbagai pertanyaan yang diakibatkan oleh upaya penulis dalam menyampaikan kebenaran kepada temannya.
Kemiskinan akan ilmu pengetahuan membuat seseorang akan selalu ragu akan apa yang dilakukannya sehingga tidaklah salah jika seseorang harus memiliki wawasan yang seluas mungkin terhadap ilmu pengetahuan yang dipelajari atau dituntutnya, tidak hanya terpaku pada satu faham atau pendapat saja, namun harus berusaha merangkum berbagai pendapat dan faham lain sehingga bisa memetik kelebihan dan mengetahui kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing faham atau pendapat tersebut. Namun, bukan berarti kita harus membuat suatu faham atau pendapat yang baru diluar faham atau pendapat yang sudah ada, kita hanya berusaha untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan yang kita miliki sehingga bisa memahami dan menyikapi faham atau pendapat tersebut, yang mungkin saja tidak pernah terfikirkan atau teranalisa oleh akal fikiran kita.
Uraian diatas hanya memberikan gambaran sekilas tentang perlunya menyampaikan sesuatu yang kita ketahui kepada orang lain, karena dengan menyampaikan sedikit ilmu pengetahuan kepada orang lain, secara tidak langsung akan memotivasi kita untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah kita sampaikan, sehingga kita akan berusaha mencari bukti dan alasan yang lebih kuat lagi, yang tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang lebih mendalam dan rinci tentang apa yang telah kita sampaikan.
Menyampaikan suatu kebenaran juga akan menjaga kita dari melakukannya sendiri, sebab tidaklah layak jika seseorang menyampaikan suatu kebenaran namun dirinya sendiri melanggar apa yang telah dia sampaikan. Kita menganjurkan orang lain mengamalkan sesuatu perkataan atau perbuatan tetapi kita sendiri tidak melakukannya, seperti contoh: kita meminta orang untuk memberikan sedikit hartanya kepada fakir miskin atau orang yang membutuhkannya tapi kita sendiri tidak sanggup menyisihkan harta yang kita miliki untuk disedekahkan atau diinfakkan. Hati nurani manusia yang murni tidak akan menerima tingkah laku seperti itu, tidak hanya mempermainkan manusia lain tapi mempermainkan hati nuraninya sendiri, hanya manusia munafiklah yang sanggup melakukannya.
Tidak hanya itu saja, seandainya kita telah menyampaikan suatu kebenaran kepada orang lain maka, kita juga akan berusaha untuk menjaga diri dari perkara besar yang berada diatas tingkat kepentingan dari perkara kecil yang telah kita sampaikan, seperti contoh: jika kita meminta orang berbuat baik kepada binatang/hewan maka, dengan sendirinya kita akan menjaga diri dari berbuat tidak baik kepada manusia karena manusia memiliki derajat/tingkatan yang jauh lebih tinggi daripada binatang /hewan. Sehingga, semakin tinggi tingkat perkara yang kita sampaikan akan semakin tinggi pula usaha kita untuk menjaga dari perkara yang lebih kecil dari apa yang telah kita sampaikan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan wujud keluasan wawasan kita dalam hal membedakan tingkatan atau derajat dari beberapa perkara.
Bisa saja kurangnya minat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama dalam hal ajaran agama disebabkan oleh kurangnya kepedulian akan hal-hal yang berkaitan dengan urusan agama itu sendiri, sehingga sulit sekali untuk meluangkan waktu dalam usaha mempelajari/menambah ilmu pengetahuan, bahkan menganggap dirinya sudah cukup dengan hanya sebatas melepas kewajiban beragama saja dikarenakan terlalu banyak waktu yang tersita dalam urusan duniawi yang dianggap jauh lebih penting.
Uraian diatas juga tidak akan berguna bagi orang yang tidak perduli akan kemuliaan ajaran agama yang dianutnya, sehingga dia tidak menyimpan rasa malu jika harus melakukan suatu kebaikan dan tak lama kemudian melakukan kebathilan. Orang seperti ini tidak ubahnya menyiramkan kotoran ke mukanya sendiri, membiarkan orang mengolok-olok dirinya yang tentu saja secara tidak langsung mengolok-olok ajaran agama yang dianutnya sebagai akibat perbuatannya. Bagaimana kita sanggup mengotori diri dan ajaran agama kita sendiri sementara sehari-hari terlihat seakan-akan kita penganut ajaran agama berdasarkan status yang kita miliki, mungkin akan lebih baik kita melepaskan saja atribut pemeluk suatu ajaran agama tertentu jika hanya untuk mengotorinya.
Sisi lain dari bentuk penyampaian adalah ketauladanan, jika kita sudah memberikan contoh suatu perkara kebaikan kepada orang lain dengan/tanpa menganjurkannya lewat lisan kita, namun terlihat jelas oleh orang lain amalan yang telah kita lakukan/perbuat. Hal ini juga akan menambah kewaspadaan kita untuk menjaga apa yang telah kita contohkan agar tidak rusak/ternoda oleh perbuatan kita lainya yang bertentangan atau tidak selaras dengan apa yang telah kita contohkan.
Begitulah, salah besar jika kita menganggap usaha untuk berbagi ilmu pengetahuan kepada orang lain akan mengurangi ilmu atau citra diri kita, namun sebaliknya dengan memberikan pendapat/saran atau contoh yang baik kepada orang lain akan membuat kualitas diri kita semakin bernilai tinggi.

Ref :
Al Baqoroh   : 44
Adh Dhuha   : 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar