Seperti pernah dituliskan dalam
bahasan sebelumnya bahwa nilai suatu pencapaian tidak hanya dilihat dari hasil
yang didapatkan namun dilihat juga dari usaha yang dilakukan untuk
mendapatkannya. Dan telah dituliskan juga pada bahasan sebelumnya bahwa sebuah
proses akan melalui tahapan yang sudah ada sebelum proses itu dimulai sehingga
pencapaian yang sempurna akan akan lebih menitik beratkan pada usaha yang
dilakukan daripada hasil yang akan dicapai.
Coba kita perhatikan, seorang anak
kecil yang tadinya hanya bisa berbaring, kemudian merangkak, berjalan dan
akhirnya berlari, kemudian menjadi remaja, dewasa, tua dan akhirnya meninggal. Demikianlah,
proses perjalanan hidup yang harus dilalui setiap manusia, namun manusia tidak
perlu usaha dalam mencapainya sehingga manusia mampu berlari atau menjadi tua
tanpa harus belajar bagaimana cara mencapainya. Manusia tidak juga bisa menolak
proses dalam pencapaiannya, sehingga tidak bisa seorang bayi lahir kemudian
langsung berlari atau menjadi tua, semua manusia diharuskan melewati proses
yang sudah ditetapkan. Dan, banyak lagi proses yang terjadi di alam ini diluar
diri manusia itu sendiri yang manusia tidak mampu untuk menolaknya, seperti
proses siang menjadi malam atau sebaliknya, perputaran matahari, bumi dan bulan
dll.
Perhatikan juga, seorang manusia
yang memulai suatu usaha dari kecil, lalu berkembang pesat sehingga usahanya
menjadi besar dan luas. Perhatikan juga, seorang manusia yang meniti karirnya
dari seorang pegawai biasa, lalu dia berprestasi sehingga pada akhirnya menempati
posisi yang tinggi. Ketiga proses perjalanan hidup manusia dalam pencapaiannya
menjadi orang yang berilmu, berharta dan berpangkat adalah sebagian kecil
contoh proses yang melibatkan manusia dalam pencapaiannya, sehingga pada
umumnya manusia lebih banyak memberikan perhatiannya untuk proses jenis ini
karena manusia seakan-akan memiliki andil dalam pencapaiannya atau bahkan ada
sebagian manusia yang berfikir bahwa pencapaiannya adalah semata-mata dari
usaha yang dilakukannya.
Permisalan diatas bisa juga
digunakan utnuk mencoba memahami proses perjalanan seorang manusia yang
berusaha mencapai suatu derajat dihadapan Tuhannya, dimana manusia akan terus
meningkatkan kualitas dan kuantitas belajarnya agar bisa seirama dengan langkah
kehidupannya, sehingga pada saatnya manusia akan diuji apakah layak naik kelas
atau tidak. Namun, sekuat apapun perjuangan manusia, tidak jarang pula manusia
keluar dari jalur pendidikan yang sedang ditempuhnya sehingga mengakibatkan dia
harus mengikuti atau mengulangi lagi pelajaran yang tertinggal, itupun kalau
seorang manusia bisa cepat beradaptasi dengan pelajaran yang diikutinya, jika
tidak, maka resikonya adalah tinggal kelas dan jika dibiarkan berlarut-larut
bisa mengakibatkan dia tidak akan pernah mendapatkan ijazah sebagai bentuk
pencapaiannya.
Sebagai manusia sosial yang
berkaitan dengan makhluk lainnya terkadang manusia tidak sadar mengikuti irama
permainan yang berada disekelilingnya atau dia sadar namun tidak mampu menahan
terpaan irama yang mendayu-dayu mengajaknya mengikuti langkah-langkah syaithon
dan hawa nafsu. Dan memang, manusia harus sadar diri bahwa dia diciptakan
sebagai makhluk yang lemah (pelupa, pengantuk, pembangkang dll), sehingga
manusia tidak layak menganggap dirinya sempurna dengan apa-apa yang telah
dicapainya, dan manusia juga tidak punya kekuatan mutlak yang mampu menangkis
semua serangan yang ditimpakan pada dirinya sehingga sebentar saja manusia
terlepas dari pegangannya dia akan diayun-ayun oleh segala macam rayuan,
sanjungan, tipuan dll, yang bertujuan menjauhkan dia sejauh-jauhnya dari tempat
dia berpegang.
Manusia seharusnya senantiasa sadar
bahwa segala yang dilakukannya bukanlah atas kehendak dirinya sendiri, termasuk
usaha yang dilakukan dalam proses menuju suatu pencapaian, melainkan semuanya
adalah bimbingan dan arahan dari Sang Maha Pencipta, Pengasih dan Pemberi
Hidayah. Dengan penciptaanNya lah semua terjadi, dengan sifat kasih sayangNya
lah kita ditunjukkan jalan yang benar dan dengan HidayahNya lah kita dibimbing
menjadi orang yang mau berusaha memperbaiki diri.
Semakin sadar kita akan kebesaran
Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka seharusnya kita semakin sadar akan
ketergantungan manusia terhadap Tuhannya. Kesadaran ini akan sangat membantu
manusia yang sempat terlepas dari pegangannya untuk segera berusaha kembali
kepada pegangannya dan mencoba memperkuatnya dengan jalan menggantungkan
kekuatan dirinya kepada yang menciptakan kekuatan itu sendiri yaitu Allah Subhanahu
Wa Ta'ala. Jadi, tidaklah layak manusia terlalu lama menyesali kegagalan
yang dialaminya, tapi segeralah kembali dan perbaiki kerusakan atau ketinggalan
yang sudah terjadi. Yakinlah, bahwa tidak ada seorangpun manusia yang luput
dari kegagalan sepanjang proses hidupnya, maka manusia yang beruntung adalah
manusia yang mampu menyikapi dengan baik setiap kegagalannya.
Ada
beberapa nilai yang bisa kita ambil dari sebuah kegagalan, diantaranya adalah
pertama, menyadarkan diri kita akan ketidakmampuan dan kelemahan kita dalam
memprediksi apa yang akan terjadi besok serta ketergantungan yang besar
terhadap bimbingan dan bantuan dari Allah Subhanahu Wa Ta'alasehingga
kita akan selalu mengharapkan bantuan dan bimbingan dari AllahSubhanahu Wa
Ta'ala, kedua, menjauhkan kita dari keangkuhan dan kesombongan dengan
adanya kemampuan yang kita miliki serta menyadarkan kita bahwa semua kemampuan
yang kita miliki adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala, ketiga,
kegagalan memperingatkan kita untuk berhati-hati agar kegagalan itu tidak
terulang sehingga berusaha mangatur kembali dengan mengoreksi diri "apa
yang telah kita lakukan?" dan memperbaiki segala sesuatunya agar lebih
mempersempit ruang untuk terjadi lagi, keempat, memberikan motivasi yang lebih
besar untuk menggapai apa yang menjadi tujuan kita bukan berputus asa, menyalahkan
diri sendiri apalagi menyalahkan orang lain, berbuat sesuatu yang berakibat
menjerumuskan kita ke dalam kesalahan lainnya.
Ref
:
Yunus : 24
Al Hajj : 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar