NOTE 14 : ARAH PROSES

Seperti pernah dituliskan dalam bahasan sebelumnya bahwa nilai suatu pencapaian tidak hanya dilihat dari hasil yang didapatkan namun dilihat juga dari usaha yang dilakukan untuk mendapatkannya. Dan telah dituliskan juga pada bahasan sebelumnya bahwa sebuah proses akan melalui tahapan yang sudah ada sebelum proses itu dimulai sehingga pencapaian yang sempurna akan akan lebih menitik beratkan pada usaha yang dilakukan daripada hasil yang akan dicapai.
Coba kita perhatikan, seorang anak kecil yang tadinya hanya bisa berbaring, kemudian merangkak, berjalan dan akhirnya berlari, kemudian menjadi remaja, dewasa, tua dan akhirnya meninggal. Demikianlah, proses perjalanan hidup yang harus dilalui setiap manusia, namun manusia tidak perlu usaha dalam mencapainya sehingga manusia mampu berlari atau menjadi tua tanpa harus belajar bagaimana cara mencapainya. Manusia tidak juga bisa menolak proses dalam pencapaiannya, sehingga tidak bisa seorang bayi lahir kemudian langsung berlari atau menjadi tua, semua manusia diharuskan melewati proses yang sudah ditetapkan. Dan, banyak lagi proses yang terjadi di alam ini diluar diri manusia itu sendiri yang manusia tidak mampu untuk menolaknya, seperti proses siang menjadi malam atau sebaliknya, perputaran matahari, bumi dan bulan dll.
Perhatikan juga, seorang manusia yang memulai suatu usaha dari kecil, lalu berkembang pesat sehingga usahanya menjadi besar dan luas. Perhatikan juga, seorang manusia yang meniti karirnya dari seorang pegawai biasa, lalu dia berprestasi sehingga pada akhirnya menempati posisi yang tinggi. Ketiga proses perjalanan hidup manusia dalam pencapaiannya menjadi orang yang berilmu, berharta dan berpangkat adalah sebagian kecil contoh proses yang melibatkan manusia dalam pencapaiannya, sehingga pada umumnya manusia lebih banyak memberikan perhatiannya untuk proses jenis ini karena manusia seakan-akan memiliki andil dalam pencapaiannya atau bahkan ada sebagian manusia yang berfikir bahwa pencapaiannya adalah semata-mata dari usaha yang dilakukannya.
Permisalan diatas bisa juga digunakan utnuk mencoba memahami proses perjalanan seorang manusia yang berusaha mencapai suatu derajat dihadapan Tuhannya, dimana manusia akan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas belajarnya agar bisa seirama dengan langkah kehidupannya, sehingga pada saatnya manusia akan diuji apakah layak naik kelas atau tidak. Namun, sekuat apapun perjuangan manusia, tidak jarang pula manusia keluar dari jalur pendidikan yang sedang ditempuhnya sehingga mengakibatkan dia harus mengikuti atau mengulangi lagi pelajaran yang tertinggal, itupun kalau seorang manusia bisa cepat beradaptasi dengan pelajaran yang diikutinya, jika tidak, maka resikonya adalah tinggal kelas dan jika dibiarkan berlarut-larut bisa mengakibatkan dia tidak akan pernah mendapatkan ijazah sebagai bentuk pencapaiannya.
Sebagai manusia sosial yang berkaitan dengan makhluk lainnya terkadang manusia tidak sadar mengikuti irama permainan yang berada disekelilingnya atau dia sadar namun tidak mampu menahan terpaan irama yang mendayu-dayu mengajaknya mengikuti langkah-langkah syaithon dan hawa nafsu. Dan memang, manusia harus sadar diri bahwa dia diciptakan sebagai makhluk yang lemah (pelupa, pengantuk, pembangkang dll), sehingga manusia tidak layak menganggap dirinya sempurna dengan apa-apa yang telah dicapainya, dan manusia juga tidak punya kekuatan mutlak yang mampu menangkis semua serangan yang ditimpakan pada dirinya sehingga sebentar saja manusia terlepas dari pegangannya dia akan diayun-ayun oleh segala macam rayuan, sanjungan, tipuan dll, yang bertujuan menjauhkan dia sejauh-jauhnya dari tempat dia berpegang.
Manusia seharusnya senantiasa sadar bahwa segala yang dilakukannya bukanlah atas kehendak dirinya sendiri, termasuk usaha yang dilakukan dalam proses menuju suatu pencapaian, melainkan semuanya adalah bimbingan dan arahan dari Sang Maha Pencipta, Pengasih dan Pemberi Hidayah. Dengan penciptaanNya lah semua terjadi, dengan sifat kasih sayangNya lah kita ditunjukkan jalan yang benar dan dengan HidayahNya lah kita dibimbing menjadi orang yang mau berusaha memperbaiki diri.
Semakin sadar kita akan kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka seharusnya kita semakin sadar akan ketergantungan manusia terhadap Tuhannya. Kesadaran ini akan sangat membantu manusia yang sempat terlepas dari pegangannya untuk segera berusaha kembali kepada pegangannya dan mencoba memperkuatnya dengan jalan menggantungkan kekuatan dirinya kepada yang menciptakan kekuatan itu sendiri yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Jadi, tidaklah layak manusia terlalu lama menyesali kegagalan yang dialaminya, tapi segeralah kembali dan perbaiki kerusakan atau ketinggalan yang sudah terjadi. Yakinlah, bahwa tidak ada seorangpun manusia yang luput dari kegagalan sepanjang proses hidupnya, maka manusia yang beruntung adalah manusia yang mampu menyikapi dengan baik setiap kegagalannya.
Ada beberapa nilai yang bisa kita ambil dari sebuah kegagalan, diantaranya adalah pertama, menyadarkan diri kita akan ketidakmampuan dan kelemahan kita dalam memprediksi apa yang akan terjadi besok serta ketergantungan yang besar terhadap bimbingan dan bantuan dari Allah Subhanahu Wa Ta'alasehingga kita akan selalu mengharapkan bantuan dan bimbingan dari AllahSubhanahu Wa Ta'ala, kedua, menjauhkan kita dari keangkuhan dan kesombongan dengan adanya kemampuan yang kita miliki serta menyadarkan kita bahwa semua kemampuan yang kita miliki adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala, ketiga, kegagalan memperingatkan kita untuk berhati-hati agar kegagalan itu tidak terulang sehingga berusaha mangatur kembali dengan mengoreksi diri "apa yang telah kita lakukan?" dan memperbaiki segala sesuatunya agar lebih mempersempit ruang untuk terjadi lagi, keempat, memberikan motivasi yang lebih besar untuk menggapai apa yang menjadi tujuan kita bukan berputus asa, menyalahkan diri sendiri apalagi menyalahkan orang lain, berbuat sesuatu yang berakibat menjerumuskan kita ke dalam kesalahan lainnya.

Ref :
Yunus     :  24
Al Hajj   : 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar