NOTE 2 : MENASEHATI DIRI

Secara sadar atau tidak sadar, kita tergelincir atau terjerumus daam kesalahan. Memang begitulah, kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia, tidak ada seorang pun di muka bumi ini bisa terlepas dari kesalahan, bukan hanya yang sudah atau sedang terjadi bahkan yang akan datang.
Perumpamaan seorang pelajar SMU yang mengikuti ujian kelulusan atau ujian masuk perguruan tinggi, mungkin hanya beberapa saja yang bisa menghasilkan nilai sempurna atau tidak ada sama sekali. Bagaimana dengan kehidupan seorang manusia yang memiliki berbagai macam bentuk ujian, semakin kita belajar memahaminya semakin banyak bentuk ujian yang harus kita hadapi, semakin tinggi nilai seorang manusia maka akan semakin tinggi pula kualitas ujian yang akan dihadapinya.
Kita mencoba untuk mengingat kembali berbagai keburukan yang telah dilakukan, selanjutnya kita berharap bisa terhindar dari kesalahan yang berikutnya terutama kesalahan yang terjadi tanpa kita sadari. Tentu saja hal ini tidaklah mudah, namun sebagai langkah awal mungkin ada baiknya kita mencoba melihat ke tempat asal (sumber) keburukan, yaitu hati. Setiap saat dan terus berlanjut sepanjang kehidupan manusia di dunia ini, telah dan sedang terjadi peperangan di dalam diri manusia antara iman dan ilmu melawan tipu daya syaithon dan hawa nafsu syahwat. Secara sederhana, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa keburukan terjadi jika tipu daya syaithon dan jebakan syahwat berada di atas iman dan ilmu, begitupun sebaliknya.
Terasa cukup berat, membayangkan perjuangan yang akan kita hadapi karena setiap saat kita harus berusaha mengontrol hati dengan iman dan ilmu agar terhindar dari keburukan, sementara syaithon baik berupa manusia atau jin terus berupaya mencari celah dimana cahaya ilmu dan iman tidak dapat menghalangi mereka masuk untuk membisikkan ajakan dan rayuannya. Bersamaan dengan itu, hawa nafsu syahwat bergejolak untuk segera diwujudkan. Oleh sebab itu, manusia tidak akan sanggup menghadapi semua ajakan, rayuan, bisikan dan jebakan yang menerpa dirinya tanpa bimbingan dan bantuan dari Sang Maha Penguasa.
Setelah menyadari keburukan yang telah kita lakukan, kemudian kita berusaha mengevaluasi diri dengan mencari tahu sumber kesalahan dalam upaya mengenali celah lemah dalam diri kita sehingga kita bisa segera memperbaiki dan mencegahnya terulang kembali. Sumber kesalahan yang berpusat di hati merupakan salah satu bentuk penyakit yang bersifat kompleks dan berantai sehingga tidaklah mudah mendiagnosanya tanpa ilmu dan pengalaman yang memadai serta petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Sehingga, salah satu hikmah dari suatu usaha menuju kebaikan yaitu kerakusan akan ilmu pengetahuan.
Beberapa contoh nyata yang ada disekeliling kita, misalkan saja keburukan itu berupa mencuri, maka sumber keburukan itu bisa berupa keputus asaan, kecintaan terhadap dunia, kedengkian atau yang lainnya. Misalkan lagi, keburukan itu berupa perbuatan zina, maka sumber keburukan itu bisa datang dari mata dengan melihat, telinga dengan mendengar, hidung dengan mencium serta banyak lagi celah yang terkadang terlihat seakan akan hal itu merupakan perkara yang baik. Namun, ternyata berdampak  atau mengarah ke perkara yang buruk. Ada juga, celah yang nampaknya tidak berhubungan sama sekali dengan keburukan yang terjadi namun sebenarnya celah itulah yang membawa kita menuju keburukan. Tanpa kita sadari dengan mencari tahu sumber keburukan, maka secara tidak langsung kita sudah menambah sedikit demi sedikit ilmu pengetahuan tentang bentuk-bentuk tipu daya syaithon.
Seperti halnya penyakit jasmani, penyakit hati jika dibiarkan saja tanpa diusahakan kesembuhannya akan semakin bertambah parah sehingga berakibat paling fatal berupa pembenaran dari suatu keburukan. Sumber keburukan akan bertambah, tidak hanya kualitasnya tapi juga kuantitasnya, karena semakin banyak celah yang menjadi sumber suatu keburukan semakin banyak pula kemungkinan kesalahan itu akan terjadi. Untuk itulah, kita berusaha mencari tahu celah yang kita miliki, kemudian berusaha menutupinya sedikit demi sedikit, dengan cahaya iman dan ilmu. Secara perlahan, walaupun tidak seluruhnya, celah yang ada bisa tertutupi dan akhirnya kita bisa memiliki kemampuan untuk menolak tipu daya syaithon dan menghindari jebakan syahwat.
Celah yang paling rentan terhadap pengaruh dari luar adalah panca indera yang berfungsi sebagai radar penerima. Semua data yang diperoleh dikirimkan ke akal fikiran untuk diolah sesuai kemampuannya, lalu hasilnya dikirimkan ke hati untuk kemudian diputuskan sesuai kadar iman yang dimilikinya. Maka, akan lebih baik bila kita tidak memutuskan atau melakukan sesuatu perkara tanpa memiliki ilmu tentang perkara tersebut. Apalagi, jika ditambah kurangnya keimanan dalam hati kita, maka dengan kondisi seperti itu, bisa dipastikan jalan yang kita lalui tidak lain adalah kesesatan, kecuali yang dikehendaki oleh yang Maha Kuasa.
Di sisi bagian dalam ada hawa nafsu manusia yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan akal dan hati dalam mengolah dan memutuskan. Dari celah inilah, sebagian besar  kesalahan manusia dimulai. Hawa nafsu yang memiliki berbagai macam bagian bisa menjadi bermanfaat jika dikendalikan dengan baik berlandaskan iman dan ilmu, namun akan menjadi bahaya jika hawa nafsu yang berbalik menjadi pemegang kendali. Maka, jika nafsu kebinatangan yang mengendalikan maka manusianya akan bertingkah seperti binatang, jika nafsu kesyaithonan yang mengendalikan maka manusianya akan bertingkah seperti syaithon. Begitulah, pada asalnya hati manusia adalah suci sampai hawa nafsu mengendalikannya.
Selain mengenal sumber keburukan, kita juga sebaiknya mengenal benih kebaikan sebagai usaha memperkuat balatentara kita, yaitu iman dan ilmu, agar mampu mengalahkan tipu daya syaithon dan jebakan syahwat. Iman akan bertambah seiring kita melakukan kebaikan terutama yang berkaitan dengan ritual ibadah sebagai upaya untuk tetap mendekatkan diri dan memohon perlindungan kepadaNya. Sementara, ilmu diperlukan dalam upaya mengenali keburukan dan melaksanakan kebaikan,  karena tipu daya syaithon dan jebakan syahwat tidak hanya melalui celah dalam hal kesalahan tapi juga celah dalam hal kebaikan bahkan tipu daya syaithon lebih halus dan lebih berkualitas dalam hal kebaikan, karena manusia yang dihadapinya juga lebih berkualitas.
Setelah kita mencoba mencari sumber dari suatu keburukan, tentu akan lebih baik kita juga mengenal dampak negatif dari keburukan tersebut. Misalkan, seperti contoh diatas, keburukan yang dilakukan adalah mencuri, maka resikonya selain tertangkap atau dihukum, memiliki dampak negatif lain diantaranya: memakan barang yang haram, menyakiti makhluk, membuat gelisah, membuat ketagihan maksiat, dan lain sebagainya. Ternyata larangan Sang Maha Penguasa memiliki bahaya yang sangat banyak, wajar saja jika makhlukNya dilarang melakukannya. Ibarat orang tua melarang anaknya agar terhindar dari bahaya, apalagi Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang Maha Mengetahui.
Selain berusaha mengenali dampak negatif dari suatu keburukan, maka tidak ada salahnya jika kita mengenali dampak positif dari suatu kebaikan, baik terhadap diri kita maupun mahkluk lain disekitar kita. Selain pahala atau hal yang tersirat yang dapat kita peroleh dari suatu kebaikan, tapi juga akan menambahkan keimanan, melindungi diri dari tipu daya syaithon, memancarkan aura positif ke lingkungan sekitarnya, menenangkan hati dan lain sebagainya. Sementara kebaikan yang berhubungan dengan manusia akan mempererat silaturahmi, menumbuhkan sikap tolong menolong, menumbuhkan sikap saling menghargai, menciptakan citra positif pada diri kita dan lain sebagainya. Tapi, semua dampak positif dari suatu kebaikan bukanlah tujuan sebenarnya, tujuan sejati adalah mengharapkan ridho dari Sang Maha Pencipta.
Akhirnya, adalah suatu keburukan, jika kita terlena atau tenggelam dalam penyesalan yang berkepanjangan disebabkan noda dan dosa yang kita telah lakukan, sehingga membuat kita lupa bahwa Sang Maha Pengampun sangat menyenangi hambaNya yang ingin memperbaiki diri. Keburukan bisa memiliki dampak positif, jika keburukan itu membuat kita berusaha dengan sungguh sungguh untuk mendekatkan diri kepadaNya sebagai bentuk tanggungjawab dari perbuatan kita selama ini. Dan, juga akan membuat kita lebih merendah/tunduk dalam melakukan ibadah kepadaNya.
Mari, kita mulai melangkah untuk memperbaiki diri kita dengan mengevaluasi semua keburukan yang sudah terjadi dan memohon ampun kepadaNya serta terus berusaha memperbaiki kebaikan yang sudah kita miliki.

Ref :
Al Insyiqoq     : 6
Al Insan          : 2-3
An Najm         : 31-32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar