NOTE 18 : SIRNANYA HIKMAH

Seiring perjalanan waktu, manusia senantiasa berupaya agar kehidupannya menjadi lebih baik. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan sosial semakin hari semakin pesat, jarak tidak lagi menjadi masalah, informasi yang diperlukan bisa diperoleh dimanapun kita berada. Manusia sudah bisa terhubung dengan dunia luar tanpa harus keluar dari kamarnya. Sungguh luar biasa, yang mungkin tidak pernah terfikirkan oleh manusia yang hidup seratus atau dua ratus tahun yang lalu.
Kita tidak perlu harus datang ke masjid untuk mendengarkan ceramah, kita juga tidak perlu mencari guru agama untuk menjelaskan arti suatu ayat atau hadits, kita tidak harus mendatangi ustadz untuk bertanya tentang hukum-hukum islam. Kita sudah bisa mendapatkannya tanpa harus bersusah payah berjalan atau meluangkan waktu khusus untuk memperoleh informasi yang kita inginkan. Beribadahpun sudah tidak menjadi suatu yang berat lagi, kita tidak perlu jauh-jauh untuk sholat berjamaah dengan banyaknya jumlah masjid dan musholla. Kita juga tidak harus mencari berkeliling untuk berinfaq, bersodakoh atau zakat, sebab banyak tempat atau lembaga yang siap menerimanya. Kita juga tidak harus repot jika ingin ke tanah suci sebab banyak lembaga yang siap memfasilitasinya, kecuali haji yang tentunya harus menunggu antrian karena banyaknya yang mendaftar.
Semua itu, adalah kemudahan yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada ummat akhir zaman ini, tapi tidak semua kemudahan ini lantas menjadikan kita terlena dengan hikmah yang terkandung sebelum adanya kemudahan tersebut. Kemudahan ini bisa menjadi cobaan yang berat bagi manusia yang mau berfikir, yang sadar bahwa dibalik semua kemudahan ini ada sebagian hikmah yang tertinggal. Kita juga seharusnya sadar bahwa kadar agama dalam hati manusia perlahan-lahan akan berkurang, mungkin saja disebabkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan berfikir manusia dalam usahanya mempermudah dan menikmati kehidupan. Waktu, kesempatan dan kesehatan sebagian besar terkuras habis untuk mengejar atau memanfaatkan kemudahan tersebut, tanpa memikirkan dampak negatifnya yang terkadang secara tidak sadar sudah menggerogoti sisa kehidupannya di dunia.
Salah satu contoh, sekarang kita sudah difasilitasi melalui media televisi untuk mendengarkan dan melihat para ustadz memberikan nasehat atau ceramahnya, mungkin kemudahan ini di salah satu sisi adalah bentuk kemajuan dalam usaha menyebarluaskan ajaran agama ini, tapi ketika kita sudah mencukupkan diri dengan cara ini saja dalam memahami agama tanpa memerima langsung dari para asatizd, maka kita sudah meninggalkan sisi silaturahmi, sisi interaktiv langsung dan adab dengan para ulama, terkadang dari sisi adab dalam menerima pelajaran agama, sisi berkumpul dalam satu majelis yang diberkahi, sisi melangkahkan kaki ke majelis ilmu, sisi keberkatan ilmu yang diterima, sisi pemahaman yang benar dari apa yang disampaikan, dan lain-lain.
Sebagai bahan renungan saja, beberapa contoh yang akan mengakibatkan berkurangnya sebagian hikmah dari agama ini akibat kemajuan yang telah kita capai dalam kehidupan dunia ini, seperti: Bagaimana seandainya dana pembangunan musholla, masjid2 kecil yang terkadang berdekatan jaraknya satu sama lain dikumpulkan lalu dijadikan satu masjid besar? Bagaimana jika suatu daerah warganya sepakat untuk membentuk satu lembaga saja seperti baitul mal, tidak terpisah dengan nama dan wadah yang berbeda2? Bagaimana jika masjid dan mushola lebih mementingkan untuk mengadakan ceramah rutin dengan ustadz yang berkompeten daripada harus bersemangat berfikir tentang arsitekturnya? Bagaimana mungkin para orang tua bersemangat meminta anaknya untuk belajar Alqur’an atau datang ke masjid sementara orang tua tidak memberikan contohnya? Mungkin masih banyak lagi contohnya, namun ini hanya sebagian saja, tentunya ini tidak lain adalah suatu pertanda bahwa sisi hikmah dalam beragama mulai tersisihkan. Hal ini terjadi disebabkan banyaknya kepentingan dunia yang harus diakomodir sehingga agama dipermudah untuk memberi waktu lebih banyak dalam mengurusi kehidupan dunia. Wallahu a’lam.

Ref:
Al Rahman    : 33
At Baqoroh   : 269

Tidak ada komentar:

Posting Komentar