NOTE 23 : HIDUP ADALAH PILIHAN


Entah dari mana kata-kata ini, namun banyak hal yang bisa kita bicarakan. Tulisan ini akan mencoba  memandangnya dari berbagai sisi, namun tidak akan semuanya dibahas karena keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Jadi, tulisan ini hanya membahas dua pertanyaan saja atas pertanyaan diatas

Pertama, mengapa kita memilih untuk hidup.
Jika yang dibicarakan adalah awal kehidupan, maka pernyataan diatas menjadi salah, karena kita tidak diberikan pilihan untuk hidup atau tidak, tapi kita ditakdirkan untuk hidup di dunia ini. Namun, jika yang dibicarakan adalah proses kehidupan sebelum alam kubur, maka jawabannya akan sangat tergantung dari kapasitas keilmuan dan wawasan berfikir masing-masing individu.

Di level awal, kita hanya memilih bertahan untuk hidup, baik dengan cara makan, bekerja, belajar, berobat dan lain lain, sehingga pada level ini kita akan memiliki satu tujuan yang sama, tidak lain yaitu agar tetap hidup. Di level pertengahan, kita memilih untuk mempertahankan taraf kehidupan yang dijalani dan sudah tidak lagi sekedar hanya untuk bertahan hidup. Kita sudah bisa memilih apa yang akan kita makan, kerjakan, pelajariPada level ini, kita sudah mampu memilih apa yang akan dimakan, dikerjakan, dipelajari, menjaga kesehatan dan lain lain. Di level terakhir, kita memilih untuk memperjuangkan suatu taraf kehidupan tertentu yang kita inginkan. Semakin tinggi taraf kehidupan yang kita pilih, maka semakin berat perjuangan dan pengorbanan yang harus kita lakukan dan yang pasti akan semakin kompleks pilihan-pilihan turunan yang kita akan hadapi.

Namun, pada kenyataannya, setiap manusia akan melewati semua level di atas, bahkan mungkin berulang sepanjang proses kehidupannya. Hal ini merupakan hikmah tersendiri, agar manusia saling bertenggang rasa dengan kehidupan manusia lain disekitarnya. Sehingga, manusia tidak menjadi sombong atas kelebihannya atau berputus asa karena kekurangannya. Mungkin, salah satu tujuan agama ini mewajibkan zakat dan puasa adalah untuk membuat manusia selalu ingat dan bersyukur atas apa yang sudah dimilikinya.

Masing-masing level memliki cara sendiri untuk mensyukuri kehidupannya.Yang jelas, kita semua harus bersyukur atas kehidupan ini dengan cara menggunakannya sebagai alat untuk mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan keinginan Sang Pemberi Kehidupan.  Artinya, kita hidup untuk bersyukur kepada-Nya, sehingga apapun yang kita pilih, kita akan berusaha untuk memilih sesuai dengan yang dikehendakiNya, bukan karena hawa nafsu atau bisikan Syaiton.

Pilihan untuk hidup bukan hanya jasmani saja, namun rohani juga sangat memerlukannya dan keduanya akan saling mempengaruhi. Ketika kita berencana memilih untuk memiliki sesuatu atau untuk mempertahankan yang telah kita miliki, baik harta, tahta atau wanita atau yang lainnya, maka kita perlu tahu bagaimana cara memilih yang terbaik untuk mencapainya atau memeliharanya.


Kedua, bagaimana cara kita memilih untuk hidup.
Proses kehidupan yang panjang, dinamis dan misterius membuat jawaban dari pertanyaan ini sangat beranekaragam dan berubah-ubah sepanjang kehidupan manusia. Berbagai pendapat tentang bagaimana cara menghadapi permasalahan kehidupan muncul, lalu kita memilih cara yang kita anggap yang terbaik. Dari masalah yang paling ringan sampai yang paling krusial.

Yang perlu diingat, tidak ada seorangpun diatas dunia ini yang bisa memastikan cara terbaik yang menjadi pilihannya pasti akan menjadi yang terbaik baginya. Manusia hanya diminta berusaha semaksimal mungkin menentukan pilihannya, lalu hasilnya hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menentukan. Lalu mengapa manusia hanya diberikan kemampuan memilih tanpa bisa menentukan hasilnya?

Paling tidak ada dua hal yang perlu kita renungkan, pertama, sepintar apapun manusia, dia harus sadar bahwa ilmu pengetahuannya hanya sedikit dibanding Ilmu disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  Sehingga, manusia tidak akan menjadi lupa diri, dan harus sadar bahwa kemampuan akal yang dimilikinya merupakan pemberian dari-Nya.  Kedua, manusia diberi ujian dan pelajaran sampai sejauh mana penghambaan dan rasa syukurnya kepada-Nya.

Sebagai tambahan :
Ujian dan pelajaran juga akan datang ketika keputusannya gagal, apakah dia, dengan kegagalan itu, akan semakin sadar bahwa dirinya hanyalah seorang hamba.  Ujian dan pelajaran juga akan datang ketika keputusannya berhasil, apakah dia, dengan keberhasilannya itu, akan bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mengizinkan pilihannya. Walaupun, pada kenyataanya, apapun hasil keputusannya, baik kegagalan ataupun keberhasilan,  akan menjadi ujian dan pelajaran berikutnya.

Setiap kali kita ingin memutuskan sesuatu, maka kita akan melakukan analisa dari data-data yang berkaitan dengan apa yang akan kita putuskan. Semakin banyak data yang kita miliki akan semakin akurat keputusan yang akan kita ambil. Namun, satu hal yang perlu diingat, sebagian data bisa saja kurang berfungsi untuk menjadi masukan dalam pengambilan keputusan, karena tingkat prioritas data. Jadi, ada dua hal penting dalam pengambilan keputusan ditinjau dari bahan/data yang akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan, yaitu kuantitas dan kualitas data.

Uraian diatas, memberi gambaran awal bagaimana kita menjalankan proses pengambilan keputusan, yaitu dengan mengumpulkan data dan memberi prioritas masing masing data. Namun, kita tidak akan membahasnya lebih jauh, karena kita akan lebih fokus dengan metode apa kita akan memilah data yang ada, sehingga data tersebut sesuai dengan arah tujuan pengambilan keputusan.

Metode yang dimaksud adalah ajaran agama, sebagai dasar paling kuat yang dianugerahkan kepada manusia. Metode ini digunakan baik dalam memilih strategi pengumpulan data maupun dalam pemberian nilai untuk tingkat prioritas data yang telah diperoleh. Namun, yang perlu diingat bahwa keberagaman tingkat pemahaman terhadap ajaran agama menjadikan manusia akan berbeda beda dalam pelaksanaannya walaupun dalam satu kasus yang sama.

Terkadang, keputusan yang kita ambil baru ketahuan salahnya ketika sudah berlalu waktu yang panjang atau bahkan mungkin saja tidak sempat kita ketahui. Hal ini, menunjukkan bahwa kita hanya diminta untuk berusaha agar dapat mengambil keputusan yang terbaik, namun hasilnya adalah hak sepenuhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Untuk itulah, manusia perlu untuk terus menerus belajar dan memohon  hidayah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, agar keputusan-keputusan yang diambilnya akan semakin mendekati apa yang diinginkan oleh Penciptanya yang juga sebagai Pemberi ilmu dan hidayah kepadanya. Terkadang, kegagalan atas keputusan yang diambilnya juga akan menjadi pemicu untuk meningkatkan semangatnya mengejar ilmu dan hidayah, bahkan kegagalan itu sendiri menjadi ilmu dan hidayah baginya.

Terakhir, mari kita semua berdoa agar diberikan ilmu dan hidayah dalam mengambil keputusan agar sesuai dengan keinginan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bukan keinginan hawa nafsu atau bisikan syaithan.

Ref:
Al Maidah  : 44,45 dan 47
Al Kahfi      : 26

Cat :
Mungkin tulisan ini akan sangat berbeda dengan sebelumnya, karena banyak perubahan yang terjadi baik hati maupun akal, sehingga berbengaruh terhadap kualitas tulisan. Ini akan menjadi bahan yang cukup baik untuk mengoreksi diri, sejauh mana kita sudah melangkah dan melakukan perubahan tanpa menulis.